MULIA (puncakjayakab.go.id) – Bupati Dr. Yuni Wonda, S.Sos. M.Si menyadari, membangun Kabupaten Puncak Jaya tidak semudah membalikkan telapak tangan, mengingat wilayah ini merupakan salah satu daerah Zona Merah di Papua. Status itu melekat sejak tahun 2002 hingga 2018, tempat di awal dirinya bersama Deinas Geley, S.Sos. M.Si menjabat bupati dan wakil bupati di sana.

Setelah dilantik di akhir tahun 2017 sebagai puncuk pimpinan di Puncak Jaya, duet Yuni Wonda – Deinas Geley menjadikan masalah keamanan sebagai program prioritas, dengan prinsip “jika daerah aman, semua bisa dilakukan”. Jadi kunci pembangunan itu adalah ‘aman’. Itu sesuai dengan visi daerah yaitu ”Mewujudkan Masyarakat Puncak Jaya yang Aman, Mandiri, dan Sejahtera (Amanah)”.

Foto Diskominfo PJ Indah

Mengatasi keamanan wilayah harus dilakukan dengan pendekatan humanis, kekeluargaan, dan kesejahteraan. Itulah intisari dari buku berjudul “Damai di Antara Pusaran Konflik Papua: Kajian akademis dan fakta tentang meredanya konflik vertikal di Puncak Jaya”.

Buku itu dibedah langsung penulisnya Sang Bupati Yuni Wonda dalam acara coffee morning di Gedung Sasana Kawonak, Kota Mulia, Rabu, 29 Juni 2022. Acara yang dimoderatori Sekda Puncak Jaya, Tumiran, S.Sos. M.AP itu diikuti kurang lebih 100 orang. Mendahului pemaparan, para peserta menyanyikan lagu Indonesia raya dan dilanjutkan doa pembukaan oleh ketua Klasis GIDI Mulia Pdt. Telius Wonda.

Buku itu tak lain adalah disertasi doktor Yuni Wonda di Universitas Cenderawasih, Jayapura. Gelar doktor Ilmu sosial tersebut berhasil dipertahankan pada 4 Maret 2021 di depan sidang yang dipimpin Rektor Uncen DR. Ir. Apolo Safanpo ST., MT bersama Direktur Pasca Sarjana, Prof. DR. Yohanes Rante, Prof. DR. Akbar Silo selaku Ketua Program Studi Ilmu Sosial, tim promotor dan co promotor serta penguji lainnya.

Ketika itu judul asli disertasinya adalah
“Kebijakan Pemerintah Daerah Terhadap Dinamika Perjuangan Organisasi Papua Merdeka (OPM) di Kabupaten Puncak Jaya”. Promosi doktor itu mendapat apresiasi dari banyak kalangan, termasuk di antaranya Panglima TNI ketika itu Marsekal Dr. Hadi Tjahyanto, SIP dan Kapolri Jend. Pol Drs. Listyo Sigit Prabowo, M.Si.

Salah satu pernyataan Kapolri yang kembali dikutip dalam buku ini adalah, “Saya tegaskan kepada Daerah di Pegunungan Tengah agar dapat mencontoh Kabupaten Puncak Jaya dalam penanganan KKB secara humanis dan pendekatan kesejahteraan.”

Sebelum pemaparan, moderator yang juga Sekda Puncak Jaya, Tumiran, S.Sos. M.AP membacakan biodata penulis, dari jenjang pendidikan SD sampai dengan S3. Dibacakan pula riwayat pekerjaan mulai karier ASN sejak tahun 1996 di usia 21 tahun dan puncaknya selaku Sekretaris Daerah Kabupaten puncak Jaya tahun 2012 saat masih berusia 37 tahun.

Pada tahun 2016 meniti karier politik dan terpilih sebagai Bupati Puncak Jaya, tahun 2017 di usia 42 tahun yang berpasangan dengan Wakil Bupati Dinas Geley dan dilantik pada tanggal 7 Desember 2017 oleh Gubernur Papua Lukas Enembe.

Foto Diskominfo PJ Natalia

“Buku ini merupakan hasil desertasi saya saat mengambil Program S3 di Universitas Cenderawasih, dimana para promotor menantang saya untuk menuangkan dalam buku agar bisa menjadi bahan bacaan dan referensi bagi banyak orang,” ungkap Yuni Wonda mengawali pembicaraan.

Yuni Wonda bersyukur penyusunan buku ini berjalan lancar yang dicetak dalam dua versi bahasa yaitu bahasa Indonesia dan Inggris. “Buka Damai di Antara Pusaran Konflik Papua” ini diterbitkan dalam dua bahasa yaitu versi bahasa Indonesia dan versi bahasa Inggris. Khusus versi bahasa Inggris telah didistribusi di 23 negara. Penerbitnya Rayyana Kominikasindo.

Sinergitas Seluruh Stakeholder

Keberhasilan penanganan konflik di Kabupaten Puncak Jaya, kata Bupati, tidak lepas dari pengalaman selama mengabdi di daerah ini. Tentu saja berkat sinergisitas seluruh stakeholder. “Sebagai anak koteka yang hidup di lingkungan adat serta pengalaman di birokrasi, menjadi modal saya dalam mengambil langka strategis penanganan konflik,” tuturnya.

Strategi yang dijalankan selama ini adalah, pertama, pendekatan secara humanis, kekeluargaan, dan kesejahteraan. Kedua, perlakuan yang sama kepada masyarakat tanpa membedakan suku, agama, dan ras. Ketiga, menjalin sinergisitas di antara para pemangku kepentingan yaitu Forkopimda, DPRD, TNI, Polrli, ASN, tokoh agama/Gereja, tokoh masyarakat, dan pemuda. “Pendekatan ini puji Tuhan dalam kurun waktu 4 tahun lebih, Puncak Jaya aman 90%,” tutur Yuni Wonda.

Penulis menjelaskan pula bahwa sedapat mungkin di daerah ini dalam penegakan hukum lebih mengedepankan hukum adat ketimbang hukum positif, serta penanganan keamanan secara persuasif.

Masyarakat Puncak Jaya sangat menjunjung tinggi adat yang telah berlaku secara turun-temurun terutama dalam penanganan masalah hukum, penerapan pedekatan hukum adat selama ini berjalan cukup efektif dan tuntas. “Oleh karena itu diharapkan dalam penanganan masalah hukum dapat mengedepankan hukum adat dari pada hukum positif, kecuali jika persoalan itu tidak bisa diselesaikan secara adat,” katanya.

Ini masukan Yuni Wonda untuk menangani konflik di Puncak Jaya, “lakukanlah secara persuasif bukan represif. Pendekatan secara represif atau militeristik dapat menimbulkan traumatik yang mendalam serta memunculkan dendam yang dapat memicu konflik vertikal.”

Foto Diskominfo PJ

Namun, mantan Sekda ini menambahkan, keberadaan TNI dan Polri di Kabupaten Puncak Jaya tetap dibutuhkan. “Anggota TNI dan Polri merupakan alat negara yang diberi tugas untuk menjaga keamanan daerah serta keamanan masyarakat, itu sudah tugas negara karena Kabupaten Puncak Jaya bagian dari NKRI. Jadi penempatan aparat itu upaya pemerintah pusat melindungi masyarakat dari gangguan keamanan,” ujarnya.

Bedah buku ini dihadiri Ketua DPRD yang diwakili Ketua Komisi B Mendi Wonerengga, Kapolres Puncak Jaya AKBP Kuswara, SH. SIK, Dandim 1714/PJ diwakili Pasi Ops Kapt. Inf Daniel Sine, Sekda Puncak Jaya, Tumiran, S.Sos. M.AP, Danyon 113/JS Letkol Inf. Sapto Broto, Danyon 301/PKS Letkol Inf. M.S. Fanany.

Hadir pula Ketua TP-PKK Ny. Ursula W. Wonda, S.KM. M.Kes, Ketua DWP Ny. Manikem Tumiran, S.Sos. M.AP, para pejabat eselon II, III dan IV, pimpinan Denominasi Gereja, dan tokoh masyarakat. Mendahului pemaparan, para peserta menyanyikan lagu Indonesia raya dan dilanjutkan doa pembukaan oleh ketua Klasis GIDI Mulia Pdt. Telius Wonda.

Di akhir paparan, penulis membagikan buku kepada 6 orang penanya. Buku ini sangat spesial karena dibubuhi tandatangan basah penulis. Setelah itu, dilanjutkan penyerahan buku kepada Forkopimda dan para kepala OPD. (kominfo PJ/Indah/Natalia).